Sepercik kebahagiaan semu
♫ kamu, tak tahu rasanya hatiku..
Saat berhadapan kamu..♫
Segera setelah nada dering pesan di Hp-ku bebunyi, aku
bergegas menekan tombol ‘baca’ untuk membuka pesan.
Semakin ku menyayangimu,
Semakin ku harus
melepasmu dari hidupku..
Tak ingin lukai hatimu
lebih dari ini, kita tak mungkin
t’rus bersama...
Sebuah SMS balasan yang cukup menyakitkan. Betapa tidak,
saat aku bertanya mengapa kau meninggalkanku. Sebuah pesan itu yang aku dapat.
Sungguh rapuh hatiku sesaat setelah ku baca pesan tersebut.
Singkatnya,
aku mengenal dia saat aku mengikuti ulangan tengah semester. Saat itu, dia lah
teman sebangkuku. Namanya Ridho, dia adalah kakak kelasku. Aku kelas 2 SMA,
sedangkan dia kelas 3 SMA. Dia begitu memberikanku arti seorang kakak. Karena
setelah kejadian menyakitkan yang menimpaku 2 tahun silam, aku hanya
menginginkan seseorang menjadi kakakku. menurutku, seorang kakak tak akan meninggalkanku saat aku sedih maupun senang, tidak seperti
yang akan dilakukan oleh seseorang yang disebut pacar.
Hari demi
hari aku bersamanya, aku mulai bisa sedikit melepas apa yang
menjadi penatku selama ini. Dia
selalu memberi perhatian lebih kepadaku. Dia selalu mengajariku, kala aku tak
mengerti dengan soal yang aku hadapi saat ulangan berlangsung.kedekatan kami pun mengundang perhatian para pengawas dan teman
sekelas.
“ Bisa
gak? Kok diem aja? “ tanyanya.
“ Bisa,
dikit.. hehe “ jawabku.
“
Gimana, udah selesai? Keburu waktunya abis lho.. “
“ Iya, bentar lagi kok. Ajarin yang ini bisa kak? “ pintaku,
sembari menunjukkan soal yang tak ku mengerti.
Dia begitu menampakkan sesosok kakak yang benar-benar aku
idamkan. Perlahan tapi pasti, mulailah muncul perasaan ingin selalu di
perhatikan olehnya, tak ingin kehilangan dan keegoisan layaknya seseorang yang
sedang jatuh cinta. Dia datang kala aku membutuhkan seorang untuk berbagi dan
membuatku tersenyum. Terlebih, teman-teman yang berada sekelas denganku
mengetahui kedekatan kami saat itu.
“ Kak,
minta nomernya dong? “ pintaku, suatu ketika saat ulangan hendak berakhir.
“ Iya,
boleh. “ sambil menuliskan 12 digit nomor di belakang kertas soalku.
Setelah
ulangan selesai, aku pun tetap bisa menjumpainya. Entah itu di kelasnya,
kantin, mushola, dan dimanapun di ruang
lingkup sekolah. Setiap aku berjumpa dengannya, jantungku selalu berdetak tak
menentu. Aku selalu menunggu saat-saat untuk bertemu dengannya. Meski aku hanya
dapat melihat kendaraan roda duanya. Aku pun mulai selalu memikirkannya. Apakah
aku sedang jatuh cinta?
*****
Namun, suatu ketika temanku berkata bahwa Kak Ridho telah
memiliki kekasih. Hatiku cukup tersayat-sayat kala itu. Aku pun
berusaha menguatkan hatiku sendiri meski terasa begitu berat.
“ Vit, Vita.. ternyata Kak Ridho tu dah punya cewek tau..
dia anak Ipa 5.” tutur Wulan.
“ Oh, ya
sudahlah...” jawabku datar dan nampak
sedikit kecewa.
“ Eh, besok kita mau jalan santai lho.. udah, nggak usah
kamu pikir, kata-kata si Wulan.” ujar salah satu sahabatku yang lain.
Aku dan ketiga sahabatku telah bersahabat sejak kelas 1
SMA. Kami selalu bersama-sama meski hanya untuk berkeliling di sekolahan.
Terlebih kami sangat kompak bila hendak membolos dan melakukan kegiatan yang
tak jelas tujuannya.
Sayangnya, keesokan harinya aku tak dapat mengikuti kegiatan
jalan santai tersebut, di karenakan suatu hal.
“ Vit, kamu kemarin di tanyain Kak Ridho tu.. “ serbu
Wulan, saat aku memasuki kelas.
“ Iya,
dia belum punya pacar kok ternyata. Tu anak Ipa 5 Cuma temennya, walaupun dulu
Kak Ridho pernah suka sama dia. “ tambah Dinda.
“ Tapi,
masalahnya. Kamu nanti bakal di hukum. “ Sari menambahkan lagi.
“ Iya,
iya. Satu-satu dong, ngomongnya.” jawabku.
“
Ciee... seneng ni, kak Ridho masih Single.”
“ Apaan
sih..” jawabku sambil tersenyum simpul.
Aku pun segera
menuju ruang Guru untuk menjalani hukuman seperti, membersihkan kaca kantor
guru, kepala sekolah, dan TU selama satu minggu disaat para Guru belum memasuki
ruang kantor. Aku selalu tiba di sekolah lebih awal daripada teman lainnya
hanya untuk menjalani hukuman. Tapi, aku senang menjalaninya, karena setiap
pagi aku bisa melihat Kak Ridho ketika ia melewati ruang Guru dan hendak memasuki
ruang kelas.
*****
Sore
itu, tiba-tiba Hp-ku berbunyi. Aku pun segera membaca pesan yang baru saja aku
buka.
From : Kak Ridho
Vita, kamu mau
nggak jadi pacarku?
Segera jantungku berdetak begitu keras, aku pun merasa
sangat bahagia setelah membaca pesan dari Kak Ridho. Aku pun segera membalas
pesan tersebut dengan sebuah pertanyaan.
Ø Kenapa aku? apa
spesialnya aku?
·
Karna, sejak awal aku sudah mencintai dirimu.
·
Terlebih, aku menyukai gadis berkacamata sepertimu.
Akhirnya aku pun menjawab pesannya tersebut
dengan mengiyakan permintaan yang dikirimkannya melalui ponsel. Meski awalnya aku hanya ingin dia sebagai kakakku,
namun mungkin beginilah jalannya.
Pagi
harinya, saat di sekolah, aku segera bercerita kepada sahabat-sahabatku tentang
apa yang baru saja aku alami.
“Eh, aku
baru jadian ma Kak Ridho lho..” ujarku bahagia.
“Beneran?”
“Iya.”
“Selamet
deh...”
“Makasih..”
jawabku sambil tersenyum bahagia.
*****
Namun
kisah cintaku itu, tak seindah yang aku harap dan impikan. Hal itu nampak saat waktu
istirahat tiba, bukan aku yang dia temui melainkan sahabat dekatku, Sari. Hal
itu dapat aku saksikan sendiri dengan kedua mataku. Suatu ketika, saat bel
istirahat berbunyi, aku pun segera bergegas hendak menghirup udara kebebasan.
Namun, bukan kebebasan yang aku dapat, melainkan sakit yang mendalam. Betapa
tidak, aku melihat Kak Ridho sedang bercanda tawa dengan Sari di bawah rindangnya
sebuah pohon besar
di depan perpustakaan sekolah. Hal itu terasa sangat
menyakitkan bagiku.
“ Din, itu Kak Ridho kan?” ucapku meyakinkan diriku
sendiri dengan mata
yang berkaca-kaca.
“ He’em. Ya sudah, positive thinking aja.. mungkin mereka
lagi ngomongin kamu.” Jawabnya berusaha menenangkanku.
Sungguh aku tak ingin lagi bertemu dengannya, kala itu. Karena
aku sudah terlalu sakit hati dengan kelakuannya. Terlebih, kakak-kakak kelasku
mengira Sari adalah pacar Kak Ridho. Hal ini semakin menambah sakit yang aku
rasa. Aku pun segera berlari menuju singgasanaku di dalam kelas dengan
menundukkan kepala dan menangis, mencoba melepas sedikit
penat yang ada dalam pikiranku.
*****
“ Vit, aku tadi ketemu Kak Ridho dan dia nraktir aku
lho.. “ ujar Sari dengan nada bahagia.
“ Iya, bagus deh. “ jawabku, dengan memberikan senyuman
sinis dengan hati yang teriris-iris.
“ Besok, ikut aku ya? Kak Ridho pingin ketemu ma kamu.
Dia tu malu, kalo nyamperin kamu ke kelas. “ tambahnya lagi.
“ Buat apa? Nggak! “ jawabku.
“ Ayolah, sebentar.. di belakang kelas kita.”
Jujur, aku masih sangat sakit hati dengan apa yang selalu
aku lihat antara sahabatku dan pacarku. Namun, aku tak tega saat Sari
memohon-mohon agar aku ikut dengannya.
“ Din, gue sakit hati banget ni...” curhatku kepada
Dinda.
“ Kenapa Vita sayang? “
“ Itu si Sari ma Kak Ridho ketemuan terus.. Sebenarnya
yang pacarnya itu aku apa Sari si? “ kesalku.
“ Sabar Vita, mungkin mereka ada urusan.” jawab Dinda
menenangkanku.
“ Argh.. Urusan..Urusan... Bete!” aku pun segera
meninggalkan Dinda dengan hati terluka.
Keesokan harinya, aku pun bertemu dengan Kak Ridho di
belakang kelas. Namun, kala itu aku hanya terdiam dan terdiam. Mengikuti
langkah kakinya dari belakang. Entah apa yang dia bicarakan tak jelas dalam
pendengaranku dan sungguh tak dapat masuk sedikitpun dari semua pembicaraannya.
Sungguh tak jelas dan tak penting.
“ Kok diem terus si?” ucapnya.
“ Nggak papa kok.”
“ Duduk sini lho..” pintanya.
“ Duduk aja sendiri, aku mau berdiri aja. Ya udah,
ngomong aja..”
Aku pun tak mengerti apa maksud Kak Ridho mengutarakan
perasaannya kepadaku, bila yang selalu dia temui malah sahabatku, bukan aku.
Hal itu sangat mengganggu dan membuatku tak tenang. Bahkan, pertemuan hari ini
pun, dia masih melibatkan Sari. Apa mereka mau minta izin untuk jadian?
*****
Seminggu
sudah aku berpacaran dengan Kak Ridho, namun aku tak pernah bertemu layaknya
orang yang sedang berpacaran, dia selalu melakukan hal itu dengan sahabatku
sendiri. Selalu sakit yang aku peroleh. Apa salahku Tuhan?.
·
Dek, sorry... I
will let you go! Karna, semakin aku mencintaimu. Semakin ku harus melepas
mu dari hidupku...
Itulah pesan terakhir darinya, dia memilih untuk
mengakhiri hubungan ini. Betapa lengkap kehancuran hatiku kala itu.tanpa alasan
pasti dia memutuskan hubungan ini begitu saja. Dan disaat aku berpapasan
dengannya, rasanya hatiku semakin hancur dan teriris-iris. Aku tak mampu lagi
meneteskan air mataku secara nyata, kering sudah rasanya,tak
sanggup lagi air mata ini mengalir di pipi ku. Bagiku, dia tak pernah merasakan apa yang aku rasakan
saat ini.
Waktu
pun berlalu, aku kembali lagi ke ruang kelas XII IPA5, dimana kami di
pertemukan pertama kali. Sayangnya, dengan perasaan yang berbeda dan keadaan
yang berbeda pula. Dulu, aku sangat bahagia dia mengajariku dan aku duduk di
dekatnya, namun saat ini aku tak ingin hal itu terjadi kembali. Aku selalu
nampak murung dan berusaha menjauh darinya, berharap ulangan semsester kali ini
segera berakhir dan aku tak akan berjumpa lagi dengannya.
“ Dek,
senyum dong? Sariawan ya? Kok nggak mau ngomong.. “
“ Hm,
iya. “ jawabku sinis.
Kak
Ridho selalu berusaha untuk membuatku tersenyum, dia pun selalu mencoba
membuatku tersenyum dengan memberiku gambar seperti ini J, memberiku permen dan mengajakku berbicara. Namun itu
sungguh-sungguh tak berarti lagi bagiku, ingin rasanya aku berteriak sekuat
tenaga dan berlari meninggalkan ruangan ini. Namun, tak akan bisa aku lakukan
hal itu di ruang kelas ini.
*****
Suatu
ketika, kala aku mencoba melupakannya. Datanglah sebuah berita yang sangat
mengejutkan bagiku,
hingga membuatku terbaring lemah tak berdaya dan membuatku tidak masuk sekolah.berita yang aku dengar
dari Dinda,kalo kak Ridho jadian dengan Sahabatku sendiri Sari. Tiba-tiba, suhu badanku naik dan aku kehilangan tenagaku
seketika itu juga. Aku hanya mampu
menangis, karena itulah satu-satunya hal yang mampu aku lakukan saat itu.
“ Kamu dah tau belum Vit?” ujar
Dinda dengan hati-hati.
“ Apa?”
teriakku setengah tak percaya.
“ Kak
Ridho sering datang ke rumah Sari dan semalam dia nembak si Sari.. “
“ Hm, baru tau dari kamu kok...Ya sudahlah.. semoga
mereka bahagia.” jawabku datar, tanpa terasa air mata pun membasahi pipiku,
membentuk sebuah aliran sungai dengan arus yang amat deras.
Dan kala itu pun dunia begitu terasa kejam bagiku, dengan
tiba-tiba menikam dan melumpuhkanku hingga aku tak berdaya. Namun, aku tetap
tersenyum di dalam tangisku mencoba berdiri tegar dan keluar dari genangan
lumpur hisap yang hampir menelanku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar