Cintamu
Semanis Es Jerukmu
“Mas,
tolong es jeruknya 1 ya??”.
“Iya
mbak...”.
Sesaat setelah
ku pesan minuman favoritku, di sebuah Cafe yang terletak tak jauh dari rumah,
beberapa menit kemudian, datanglah seorang pelayan pria yang berwajah tampan dengan
senyuman manis, menghampiriku dan memberikan segelas es jeruk yang telah ku
pesan. Sembari menikmati minuman yang telah ku pesan, aku pun melihat jarum jam
di tanganku, tanpa terasa waktu telah menunjukan pukul 19.45 WIB, ’mana sih, si
Sasa ne..lama banget ne cewek satu..’ pikirku.
Tak lama
kemudian, ku lihat seorang gadis dengan dandanan yang sangat feminim , datang
menghampiriku dengan berlari-lari kecil dan nampak sangat kelelahan.
“Sini, sini,
aku minta minumnya... sumpah capek banget....” ucapnya.
“Kamu ne apaan si Sa, dateng telat, eh.. nyerobot minuman
orang. Pesen sendiri sana...” jawabku kesal.
“Maaf,
maaf, Oca sayang....”.
Di Cafe Cantik ini, aku dan sahabatku Sasa, sering bertemu
sekedar untuk MWMK (Menikmati Waktu Melepas Kebosanan) atau CCR (Curhat-Curhat
Ria yang kadang berubah jadi ngegosipin orang,hehhehe, maklumlah kebiasan buruk
cewek). Episode kali ini, kami berdua tengah membicarakan rencana party kecil-kecilan untuk acara ulang
tahun Sasa. Setelah kami selesai, kami segera memutuskan untuk pulang, karena
hari telah larut malam.
Alasan
utama aku dan Sasa memilih Cafe Cantik ini, karena di tempat inilah kami bisa
mendapatkan banyak ide-ide segar. Betapa tidak, suasana Cafe yang nyaman, rapi,
tatanannya yang cantik dan apik sesuai dengan namanya Cafe Cantik. Terlebih
bila datang dengan pasangan kita dan candle
light dinner di sini, pasti romantis sekali. Dan kisahku pun, bermula dari
Cafe Cantik ini.
****
“Oca sayang... Bangun, sholat subuh dulu... terus,
siap-siap berangkat sekolah...” suara lembut Mama, membangunkanku.
“Iya ma...”.
Aku pun segera melakukan
apa yang Mama perintahkan kepadaku. Setelah semua selesai, aku seggera menuju
meja makan dan berangkat sekolah ke salah satu SMA swasta, di Jakarta. Aku
selalu berangkat ke sekolah dengan angkutan umum, karena aku bukanlah anak
manja yang suka bergantung kepada orang lain, melainkan aku adalah seorang cewek
tomboy, yang begitu mencintai kata
mandiri, begitu pula untuk kriteria pacar yang belum aku miliki hingga saat ini.
Setelah
sampai di depan gerbang sekolah, aku pun sergera berlari menuju kelas, karena
waktu hampir menunjukkan pukul 07.00 WIB, itu artinya jam pelajaran akan segera
dimulai. Sesampainya di kelas, nampak salah satu teman sekelas sekaligus
sahabatku, Hani, menghampiriku.
“Ca, ntar pulang sekolah,
aku mau ngenalin cowok ke loe...
gimana?” ujar Hani.
“Loe gila apa? Mana ada cowok yang mau ama gua??...” kagetku.
“Udah lah??? Pliiisss
.....” rengeknya.
“Iye dah... demi loe..”.
****
Teeetttt.... Teettt....
Teettt....
Segera setelah bel tanda
pylang berbunyi, aku dan seluruh teman sekelasku berkemas-kemas untuk pulang.
“Ayoo... Orangnya udah
dateng...” ucap Hani segera.
“Males ah gua...”.
“Ayolah....”.
Dengan langkah terpaksa, aku pun menuruti permintaan sahabatku tersayang.
Ku lihat sesosok pria tampan, tinggi, berkulit cerah, dengan penampilan ala-ala
pemuda kaya dan sebuah mobil Fortuner berwarna putih mengkilap disampingnya,
telah menunggu di luar gerbang sekolah.
“Han, itu?” tanyaku meyakinkan, sambil menunujuk ke arah
cowok yang aku lihat basu saja.
“Iya, kenapa? Keren?”.
“Emang keren, tapi yang bener aja loe, mana mau orang kayak gitu sama gua... lagipula, bukannya dia itu cowok yang kemaren aku lihat di
Cafe Cantik itu ya??” tanyaku lagi.
“Cafe Cantik??.. loe kok tau??” jawabnya dengan kembali
bertanya.
“Iyalah.. itu tempat favorit gua ama si Sasa sohib gua.
Lagipula, ntu Cafe deket ama rumah Gua..”
“Dia pemilik Cafe itu, masih kuliah semester 1 di salah
satu Universitas Swasta terkemuka di Jakarta. Tapi, udah punya usaha sendiri,
ganteng lagi,dia itu idaman semua cewek, hebat kan? Itu kan pas ama tipe loe...”
“Oh, gitu tho. Lha, ngapa kagak loe embat sendiri si?
Atau mungkin dia udah punya cewek kali... ngapa mesti gua yang loe kenalin...
pasti ogah dia... walaupun emang dia tipe gua
banget..” jawabku menolak sekali lagi.
“Udah diem, tu orangnya... ngelihatin kita...” ucapnya
berbisik, sembari menarik tanganku.
“Iye..” jawabku pasrah.
“Eh, Richo.. udah lama nunggunya? Ne kenalin temen aku,
namanya Oca..” ujar Hani, mengenalkanku pada Richo.
“Richo Saputra..” ucap Richo sembari mengulurkan
tangannya mengajakku bersalaman.
“Oca...” jawabku sekenanya.
Sesasat kemudian, Richo menarik tangan Hani dan berbisik
ke arahnya. Sayup-sayup terdengar suaranya, dia mengatakan bahwa kenapa harus
cewek seperti aku yang Hani kenalkan kepadanya. Mendengar hal itu, aku pun
segera berlari meninggalkan mereka yang tengah keheranan melihat tingkahku. Aku
berlari kembali menuju kelas, mencari sahabatku Sasa, yang jomblo juga, ‘pasti
tipe dia tu Sasa... bukan cewek kayak gue’
pikirku dengan perasaan kecewa karena ucapan Richo barusan.
Setelah ku temukan Sasa, aku pun segera menarik tangannya
dann membawanya ke depan gerbang sekolah.
“Ayo Sa.. Ikut aku...”.
“Kemana Oca?” tanya Sasa
heran.
Sesampainya di gerbang, aku segera mengatakan maksudku dengan menarik paksa
Sasa ke tempat ini.
“Cho, ini temenku yang mau dikenalin Hani ke kamu...
Bukan aku, aku sadar aku ini siapa...” ucapku dengan hati yang tercabik-cabik.
Aku pun kembali meninggalkan mereka, ‘dasar Oca... ngapa si nggak pernah
bisa disukai cowok..!!’ teriakku dalam hati.
“Oca, kamu mau kemana?
Naik apa?” teriak Hani.
“Mobil plat kuning.... Thanks ya buat perkenalannya...” jawabku dengan berteriak pula,
karna aku telah jauh meninggalkan mereka.
****
Kring....Kring...Kring....
“Oca sayang, ada telpon
dari Sasa ne sayang....” ucap Mama, setengah berteriak.
Aku pun segera menghampiri
Mama yang tengha memegang ganggang telpon, dan memberikannya ke arahku.
“Halo... Ada apa Sa?”
ucapku lirih.
“Are you OK? Ntar, temenin Sasa ke Cafe Cantik ya? Sasa mau ketemuan
sama Richo..”.
“Iya.. jam berapa?”.
“Jam 7... sampai ntar
malem ya..”.
Tut...Tut...Tut...
Setelah sambungan telpon terputus, aku pun segera menuju ke kamar. Aku
menangis sejadi-jadinya, ‘Aku benci Richo!!!’.
****
Setelah pertemuan semalam,
hatiku bertambah sakit di buatnya. ‘Sungguh, tak ada yang bisa mencintaiku dengan
keadaan seperti ini... baru kenalan saja sudah di tolak...’ jeritku dalam hati.
Richo akan hadir pada acara ulang tahun Sasa, nanti malam. Aku harus menguatkan
hatiku. Hari ini, aku tidak masuk sekolah karna hari ini tanggalan berwarna
merah merona.
“Oca... tadi Sasa telpon
lagi. Kamu di suruh kerumahnya sekarang sayang...” ucap Mama.
“Iya Ma... Oca mandi
dulu...”
Setelah siap, aku pun
segera menuju ke kediaman Sasa di Kompleks sebelah Kompleks perumahan tempat
tinggalku.
“Perlu di bantu apa Sa?”
ucapku sesampainya tiba di rumah Sasa.
“Nggak ada. Kamu dandan
ya? Yang cantik... ne kan hari spesial buat Sasa... plisss” pintanya.
“Iya...” jawabku pasrah.
Aku pun segera menuruti permintaan Sasa, aku menuju kamarnya, dimana telah
berdiri seorang perias yang sepertinya menungguku sedari tadi.
Selesai dandan, aku pun
menuju halaman belakang rumah Sasa yang telah di dekorasi dengan cantikntya,
kolam renang pun di beri lilin-lilin untuk menghiasinya, sehingga acara ini
tampak begitu apik.
“Wah... Oca cantik
banget...” ucap Hani dan Sasa hampir berbarengan.
“Yang ultah ini sapa si?
Kok lebih cantik cewek tomboy ini...”
canda Hani.
“Diem ah Han... Aku tu
jadi korban kalian berdua terus, tau nggak?” jawabku ketus.
“Oca marah ya?” tanya Sasa
dengan nada manjanya.
“Nggak...” jawabku dengan
tersenyum,.
Detik berganti menit, hingga akhirnya Richo yang telah di
nanti-nati pun datang, ku lihat dia langung menghampiri kami yang berada dekat
dengan kue tart.
“Hai, Sasa.. Happy Birthday ya?” ucap Richo sembari
memberikan sebuah kotak hadiah dengan pita yang sangat manis dan tak lupa
senyuman manisnya sembari menjabat tangan Sasa.
‘Andai aku yang jadi Sasa...’ pikiranku kembali berhayal kesana kemari. Tak
lama setelah aku sadar dari lamunanku, nampak sepasang mata yang sedari tadi
menatapku.
“Eh, ada apa?” ucapku
gugup.
“Kamu siapa? Cantik sekali...”
tanya Richo.
“Oca !! yang kemarin pernah kamu bilang cewek
jadi-jadian...” jawabku ketus.
“Oca??” ucap Richo heran.
Aku pun segera menuju tempat lain di dekat kolam, sembari menikmati
indahnya kolam dengan lilin-lilin yang puluhan lilin yang berangkaian, daripada
harus dekat dengan orang yang telah menghinaku.
“Eh, cewek tomboy
yang sok cantik....” sindir salah seorang musuhku di kelas, dari belakang.
“Loe di undang juga ternyata? Baru tau gua...”.
“Maksud loe?? Gua nyelinep gitu?”.
“Loe yang ngomong... bukan Gua...”.
“Eh, dasar cewek
jadi-jadian loe...”.
“Eh, biasa aja donk... Loe tu Mak Lampir... cerewet banget si jadi
orang...”.
Percekcokan antara aku dan Deta musuh bebuyutanku pun terjadi. Hingga akhirnya,
dengan sengaja Deta mendorong ku terjerumus ke dalam kolam. Dalam keadaan
kaget, aku tak dapat mengendalikan tubuhku, aku pun tenggelam dan berusaha
menyelamatkan diriku sendiri. Ku lihat pula, banyak orang telah mengkerumuni
tepian kolam. Salah satu dari mereka melompat, berusaha menolongku.
Aku selalu mencoba
melepaskan diri dari pertolongan tersebut, setelah aku tahu Richo lah yang
hendak menyelamatkanku. Hingga akhirnya aku merasa tubuhku terasa lemas dan tak
mampu melawan lagi, aku pun terkulai lemas tak berdaya.
“Cepetan Cho... bawa Oca
ke dalam....” ucap Sasa khawatir.
Richo pun segera menggendongku dan membawa ku ke dalam rumah Sasa,
meletakkanku pada sebuah sofa. Tak berapa lama kemudian, aku pun sadar, ku
lihat banyak orang yang telah mengkerumuniku dengan wajah yang sangat khawatir
termasuk Richo.
“Are you OK, honey?” tanya Sasa penuh kekhawatiran.
“Iya... Cuma kepeleset aja
tadi...” jawabku lirih sembari tersenyum.
“Ya udah, pestanya di lanjutin aja dulu... biar aku disini jagain Oca.. toh, bajuku
basah kuyub juga..hehehe..” ucap Richo tiba-tiba.
“Yakin nggak apa-apa ni?”
tanya Sasa lagi meyakinkan.
“Iya.... sip!” jawab Richo
mantap.
Setelah semua orang
kembali ke tempat pesta, aku pun kembali menatap pria yang berada di sampingku,
meyakinkan bahwa pria itu benar-benar Richo. Aku juga memberanikan diri
bertanya dengannya, daripada aku penasaran nantinya.
“Kenapa loe mau nolong gua?” tanya ku lirih.
“Nggak apa-apa.. maafin gua, udah salah nilai loe...”.
“Maksudnya?” tanyaku
heran.
“Sasa udah cerita semua ke gua tentang loe... dan emang
cewek kayak loe yang gua cari selama ini...” jawab Richo.
“Cewek jadi-jadian??”.
“Udah... maafin ucapan aku
yang dulu...”.
“Lha, bukannya kamu suka sama Sasa ya?? Kok ngomongin aku
si??” tanyaku lagi dengan sedikit merendahkan nada bicaraku dan menggunakan
kata aku, kamu.
“Panjang ceritanya....”.
****
Akhirnya, semua masalah
yang mengganggu pikiranku pun terpecahkan. Bagaimana pun wujud kita sebagai
wanita, kita tetap berhak kok untuk mendapatkan sebuah cinta. Dan aku pun mendapatkan
cinta itu, seorang mas-mas ganteng yang
memiliki senyuman manis semanis es jeruk favoritku yang ada di Cafenya. Mulai
sejak itu pula, aku berangkat sekolah dengam mobil plat kuning bersama
pangeranku. Sebnagai gantinya, serta sebagai tambahan pengalaman hidup, aku
ikut berkecimpung dalam usahanya tersebut. Aku membantunya dengan menjadi
pelayan di Cafe tersebut, tentunya dengan upah segelas es jeruk yang penuh
dengan cinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar